ZONAUTARA.com – Pernahkah Anda merasa harga-harga kebutuhan pokok terus naik, namun dompet terasa semakin tipis? Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Utara (Sulut) baru saja merilis angka inflasi year-on-year (y-on-y) untuk Provinsi Sulut pada September 2025 sebesar 1,57%.
Namun, di balik angka yang terlihat rendah ini, terdapat beberapa tren mengejutkan dan tidak terduga yang membentuk realitas ekonomi masyarakat Sulut saat ini.
Tim Data Zonautara.com, mencoba menganalisa publikasi BPS Sulut pada dokumen Berita Resmi Statistik No. 55/10/71/Th.XIX yang diterbitkan pada 1 Oktober 2025. Kami menemukan 5 fakta menarik dari laporan pada dokumen tersebut.
1. Bukan Makanan, biaya Pendidikan meroket paling tajam
Secara intuitif, banyak yang mengira kenaikan harga terbesar datang dari kelompok makanan. Namun, data menunjukkan fakta yang sangat berbeda. Kenaikan harga paling signifikan secara tahunan justru terjadi pada kelompok Pendidikan, yang mengalami inflasi y-on-y sebesar 12,22%, hampir delapan kali lipat dari angka inflasi umum.
Kenaikan ini tidak didorong oleh satu item, melainkan merata di seluruh jenjang pendidikan, yang menunjukkan adanya tekanan biaya yang sistemik pada sektor ini. Pendorong utamanya adalah:
- Akademi/perguruan tinggi (andil 0,25%, yang artinya kenaikan biaya kuliah menyumbang 0,25% dari total inflasi 1,57%)
- Sekolah menengah atas (andil 0,05%)
- Sekolah dasar (andil 0,04%)
- Sekolah menengah pertama (andil 0,03%)
Dengan andil total sebesar 0,38%, kelompok pendidikan menyumbang hampir seperempat (sekitar 24%) dari keseluruhan inflasi 1,57% di Sulut. Ini adalah porsi yang luar biasa besar untuk satu kelompok pengeluaran saja. Lonjakan biaya pendidikan yang jauh melampaui inflasi umum ini menjadi sinyal peringatan bagi perencanaan keuangan jangka panjang keluarga di Sulut.

2. Emas dan Perawatan Diri: Pendorong inflasi terkuat kedua
Fakta mengejutkan lainnya datang dari kelompok “Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya”. Kelompok ini mengalami inflasi y-on-y yang sangat tinggi, yaitu sebesar 8,71%, dan memberikan andil inflasi terbesar kedua setelah makanan (0,52%). Di balik angka ini, ada data yang lebih dramatis: subkelompok perawatan pribadi lainnya, yang mencakup emas perhiasan, mengalami lonjakan harga sebesar 20,29% dalam setahun.
Komoditas yang paling dominan mendorong kenaikan harga di kelompok ini adalah:
- Emas perhiasan (andil 0,36%)
- Shampo (andil 0,06%)
- Pasta gigi (andil 0,03%)
Fakta ini menggarisbawahi fenomena ganda: aset safe-haven (emas) dan barang konsumsi non-elastis (perawatan diri) sama-sama menjadi sumber tekanan inflasi yang kuat, membebani konsumen dari dua sisi.
3. Kabar gembira di dapur: Harga daging babi dan cabai rawit justru turun
Setelah melihat lonjakan harga pada barang mewah dan kebutuhan pribadi, mari kita beralih ke sektor yang paling sering menjadi sorotan utama: dapur. Di sini, ceritanya menjadi jauh lebih kompleks dan tidak terduga. Meskipun kelompok makanan secara keseluruhan mengalami inflasi 2,67%, beberapa komoditas pangan utama justru mengalami penurunan harga (deflasi) yang signifikan dibandingkan tahun lalu.
Komoditas yang menjadi penyumbang deflasi terbesar adalah:
- Daging babi: andil deflasi 0,64%
- Cabai rawit: andil deflasi 0,36%
Kabar baik ini, bagaimanapun, diimbangi oleh kenaikan harga bahan pokok lainnya. Beras menjadi penyumbang inflasi terbesar di kelompok makanan dengan andil 0,73%. Dinamika ini menunjukkan bahwa inflasi pangan tidak merata.
Sementara harga beras memberi tekanan terbesar pada anggaran rumah tangga, penurunan harga protein hewani (daging babi) dan bumbu masak (cabai rawit) memberikan sedikit kelegaan. Ini memaksa konsumen untuk cerdas dalam mengatur prioritas belanja dapur mereka.

4. Bepergian dan Beli Baju lebih murah dibanding tahun lalu
Jika Anda berencana untuk bepergian atau membeli pakaian baru, data inflasi September 2025 membawa angin segar. Beberapa kelompok pengeluaran justru mengalami deflasi, yang berarti harganya lebih murah dibandingkan September tahun sebelumnya.
Dua kelompok utama yang mengalami penurunan harga adalah:
- Transportasi: mengalami deflasi sebesar 1,97%. Penurunan ini terutama didorong oleh turunnya harga angkutan udara (andil deflasi 0,30%). Menariknya, meskipun biaya bepergian dengan pesawat turun, harga untuk memiliki kendaraan pribadi justru naik. Subkelompok pembelian kendaraan mengalami inflasi 2,18%, dengan kenaikan harga sepeda motor dan mobil masing-masing menyumbang andil inflasi sebesar 0,02%.
- Pakaian dan Alas Kaki: mengalami deflasi signifikan sebesar 2,26%. Komoditas seperti celana panjang katun pria dan sepatu wanita menjadi beberapa penyumbang utama penurunan harga di kelompok ini.

5. Tren melambat: Inflasi tahun ini jauh lebih rendah dari 2024
Untuk melihat gambaran yang lebih besar, penting untuk membandingkan data saat ini dengan periode sebelumnya. Perbandingan ini menunjukkan adanya tren perlambatan laju kenaikan harga secara umum, sebuah konteks yang melegakan.
Berikut perbandingan tingkat inflasi year-on-year bulan September:
- September 2024: 3,66%
- September 2025: 1,57%
Angka ini menunjukkan bahwa meskipun beberapa harga naik tajam, laju kenaikan harga secara keseluruhan di Sulut pada September 2025 jauh lebih lambat dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Data inflasi September 2025 menunjukkan gambaran ekonomi yang sangat beragam di Sulut. Di satu sisi, biaya pendidikan dan perawatan pribadi meroket tajam. Di sisi lain, harga beberapa bahan makanan pokok, biaya transportasi udara, dan pakaian justru mengalami penurunan. Angka inflasi yang tampak rendah ternyata menyimpan dinamika kenaikan dan penurunan harga yang kompleks di berbagai sektor.
Melihat tren kenaikan dan penurunan harga ini, pos pengeluaran mana yang akan menjadi prioritas Anda dalam beberapa bulan ke depan?

